MENATA HATI
agar
tidak GALAU
Hati adalah cerminan
jiwa, begitu kata orang-orang bijak. Karena itu pulalah kita mengenal adanya
orang yang baik hati, rendah hati, teguh hati, murah hati atau pun lembut hati.
Pun kita tahu ada orang yang buruk hati, tinggi hati dan juga keras hati. Meski
hanya berupa satu keping organ tubuh dalam sekian banyak organ-organ penyusun
tubuh lainnya, hati mempunyai peranan vital.
Satu noktah hitam yang mampir di
hati kita jika tidak segera dibersihkan akan terus bertambah. Noktah demi
noktah akhirnya akan menyelimuti hati sehingga hati tersebut menjadi hitam
laksana jelaga. Dan hati yang seperti itu kita kenal dengan istilah hati yang
telah mati. Dengan demikian, hati perlu dipelihara, ditata agar senantiasa
menjadi hati yang bersih dan membawa ketenangan jiwa.
Berbagai
macam perasaan yang hinggap di hati akan membawa pengaruh yang tidak kecil.
Kebahagiaan, kegembiraan yang dirasakan hati, mengalirkan senyum ke wajah
pemiliknya. Sebaliknya kecemasan, kesedihan, ketakutan dan rasa galau
seringkali mengubah aura wajah menjadi murung dan tertekuk.
Galau diterjemahkan oleh Prof Drs.
S. Wojowasito-W.J.S Poerwadarminta sebagai confused
(bingung), upset (membingungkan,
mengacaukan). Confused didefinisikan sebagai unable to think clearly. Sedangkan upset adalah make feel worried or unhappy. Orang yang
sedang galau tidak bisa berpikir dengan jernih, sehingga dia dilanda kecemasan
dan merasa tidak bahagia.
Apa
yang menyebabkan orang dewasa ini banyak yang menyatakan galau? Banyak sekali faktor
pencetus galau. Ada yang galau karena masalah pacar, belum ketemu jodoh,
sertifikasi yang belum dapat, lamaran kerja ditolak, permohonan nuptk tak
kunjung keluar, honor sudah lama tak kunjung diangkat pns, iklim usaha yang
serba sulit, dan seribu satu macam alasan dinamika kehidupan manusia yang
lain.
Perasaan
galau yang tidak segera dibenahi dengan benar akan berujung pada munculnya
perasaan cemas (anxiety) yang
bermuara pada terganggunya kesehatan mental (mental health). Kesehatan mental menurut DR. H. Syamsu Yusuf, LN.
M.Pd. (2004) terkait dengan:
1). bagaimana kita memikirkan, merasakan
dan melakukan berbagai situasi kehidupan
yang kita hadapi sehari-hari,
2)
bagaimana kita memandang diri sendiri, kehidupan sendiri dan orang lain,
3)
bagaimana kita mengevaluasi berbagai alternatif dan mengambil keputusan.
Sedangkan
menurut Zakiyah Daradjat (1975), kesehatan mental merupakan “terwujudnya
keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai
kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi, dan merasakan
secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.”
Fungsi-fungsi
jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap jiwa, pandangan dan keyakinan hidup,
harus dapat saling membantu dan bekerja sama satu sama lain, sehingga dapat
dikatakan adanya keharmonisan yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan
bimbang serta terhindar dari kegelisahan
dan pertentangan batin (konflik). Itulah yang sering kali diungkapkan orang
sebagai kondisi yang galau.
Untuk
mengendalikan galau agar tercipta suasana hati yang sejuk perlu dikembangkan
sikap-sikap:
1. Memahami
dan menerima keadaan dirinya sendiri (kelebihan dan kekurangannya) secara
sehat.
2. Memiliki
komitmen diri untuk melaksananakan ajaran agama (beribadah) dengan
sebaik-baiknya.
3. Memahami
masalah dan menghadapinya secara wajar, tabah atau sabar.
4. Berprasangka
baik kepada Allah dengan mampu mengambil hikmah dari musibah atau masalah yang
dialami.
5. Berlatih
mengontrol emosi dan berusaha meredamnya dengan introspeksi diri.
Sudah
menjadi fitrah manusia memang untuk menghendaki terkabulnya bagi sesuatu yang
dianggap baik bagi dirinya. Meski sebenarnya kemampuan manusia amat terbatas
untuk bisa memahami bahwa apa yang dianggap baik oleh dirinya belum tentu yang
terbaik menurut Allah. Tidak sedikit manusia yang sulit menerima hal ini
sehingga timbul perasaan galau di dalam hatinya. Padahal rencana Allah-lah yang
paling indah untuk umatnya. Sebagai manusia kita hanya wajib untuk menyikapinya
dengan berprasangka baik kepada Allah. Prasangka baik terhadap Allah, sejatinya
menunjukkkan kerendahhatian kita di hadapan Allah.
Jikalau
galau melanda, tak ada obat yang mujarab selain ‘back to religion’. Sebagaimana senandung Opick, ‘obat hati…itu lima perkaranya. Yang pertama
baca Qur’an dan maknanya. Yang kedua, shalat malam dirikanlah, yang ketiga
berkumpullah dengan orang soleh. Yang keempat perbanyaklah berpuasa, yang
kelima dzikir malam perpanjanglah.”
Karena
itu daripada sibuk wara wiri up-date
status galau bin lebay di situs jejaring sosial, rasanya lebih baik jika kita
mulai belajar menata hati agar tidak galau berkepanjangan. Saatnya bangkit
untuk menatap masa depan dengan mengadaptasi spirit yang telah digelorakan para
pendahulu bangsa ini beberapa puluh tahun yang lalu ketika pekik kebangkitan nasional
disuarakan. Bangkit menuju terciptanya generasi emas pada dunia pendidikan di
tanah air tercinta ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar