Senin, 07 Mei 2012

MENATA HATI agar tidak GALAU

MENATA HATI
agar tidak GALAU
                Hati adalah cerminan jiwa, begitu kata orang-orang bijak. Karena itu pulalah kita mengenal adanya orang yang baik hati, rendah hati, teguh hati, murah hati atau pun lembut hati. Pun kita tahu ada orang yang buruk hati, tinggi hati dan juga keras hati. Meski hanya berupa satu keping organ tubuh dalam sekian banyak organ-organ penyusun tubuh lainnya, hati mempunyai peranan vital.
            Satu noktah hitam yang mampir di hati kita jika tidak segera dibersihkan akan terus bertambah. Noktah demi noktah akhirnya akan menyelimuti hati sehingga hati tersebut menjadi hitam laksana jelaga. Dan hati yang seperti itu kita kenal dengan istilah hati yang telah mati. Dengan demikian, hati perlu dipelihara, ditata agar senantiasa menjadi hati yang bersih dan membawa ketenangan jiwa.
              Berbagai macam perasaan yang hinggap di hati akan membawa pengaruh yang tidak kecil. Kebahagiaan, kegembiraan yang dirasakan hati, mengalirkan senyum ke wajah pemiliknya. Sebaliknya kecemasan, kesedihan, ketakutan dan rasa galau seringkali mengubah aura wajah menjadi murung dan tertekuk.
            Galau diterjemahkan oleh Prof Drs. S. Wojowasito-W.J.S Poerwadarminta sebagai confused (bingung), upset (membingungkan, mengacaukan). Confused didefinisikan sebagai unable to think clearly. Sedangkan upset adalah make feel worried or unhappy. Orang yang sedang galau tidak bisa berpikir dengan jernih, sehingga dia dilanda kecemasan dan merasa tidak bahagia.
Apa yang menyebabkan orang dewasa ini banyak yang menyatakan galau? Banyak sekali faktor pencetus galau. Ada yang galau karena masalah pacar, belum ketemu jodoh, sertifikasi yang belum dapat, lamaran kerja ditolak, permohonan nuptk tak kunjung keluar, honor sudah lama tak kunjung diangkat pns, iklim usaha yang serba sulit, dan seribu satu macam alasan dinamika kehidupan manusia yang lain. 
Perasaan galau yang tidak segera dibenahi dengan benar akan berujung pada munculnya perasaan cemas (anxiety) yang bermuara pada terganggunya kesehatan mental (mental health). Kesehatan mental menurut DR. H. Syamsu Yusuf, LN. M.Pd. (2004) terkait dengan:
1). bagaimana kita memikirkan, merasakan dan melakukan berbagai situasi kehidupan    yang kita hadapi sehari-hari,
2) bagaimana kita memandang diri sendiri, kehidupan sendiri dan orang lain,
3) bagaimana kita mengevaluasi berbagai alternatif dan mengambil keputusan.
Sedangkan menurut Zakiyah Daradjat (1975), kesehatan mental merupakan “terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.”
Fungsi-fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap jiwa, pandangan dan keyakinan hidup, harus dapat saling membantu dan bekerja sama satu sama lain, sehingga dapat dikatakan adanya keharmonisan yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan bimbang serta terhindar  dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik). Itulah yang sering kali diungkapkan orang sebagai kondisi yang galau.
Untuk mengendalikan galau agar tercipta suasana hati yang sejuk perlu dikembangkan sikap-sikap:
1.      Memahami dan menerima keadaan dirinya sendiri (kelebihan dan kekurangannya) secara sehat.
2.      Memiliki komitmen diri untuk melaksananakan ajaran agama (beribadah) dengan sebaik-baiknya.
3.      Memahami masalah dan menghadapinya secara wajar, tabah atau sabar.
4.      Berprasangka baik kepada Allah dengan mampu mengambil hikmah dari musibah atau masalah yang dialami.
5.      Berlatih mengontrol emosi dan berusaha meredamnya dengan introspeksi diri.
Sudah menjadi fitrah manusia memang untuk menghendaki terkabulnya bagi sesuatu yang dianggap baik bagi dirinya. Meski sebenarnya kemampuan manusia amat terbatas untuk bisa memahami bahwa apa yang dianggap baik oleh dirinya belum tentu yang terbaik menurut Allah. Tidak sedikit manusia yang sulit menerima hal ini sehingga timbul perasaan galau di dalam hatinya. Padahal rencana Allah-lah yang paling indah untuk umatnya. Sebagai manusia kita hanya wajib untuk menyikapinya dengan berprasangka baik kepada Allah. Prasangka baik terhadap Allah, sejatinya menunjukkkan kerendahhatian kita di hadapan Allah.
Jikalau galau melanda, tak ada obat yang mujarab selain ‘back to religion’. Sebagaimana senandung Opick, ‘obat hati…itu lima perkaranya. Yang pertama baca Qur’an dan maknanya. Yang kedua, shalat malam dirikanlah, yang ketiga berkumpullah dengan orang soleh. Yang keempat perbanyaklah berpuasa, yang kelima dzikir malam perpanjanglah.”
Karena itu daripada sibuk wara wiri up-date status galau bin lebay di situs jejaring sosial, rasanya lebih baik jika kita mulai belajar menata hati agar tidak galau berkepanjangan. Saatnya bangkit untuk menatap masa depan dengan mengadaptasi spirit yang telah digelorakan para pendahulu bangsa ini beberapa puluh tahun yang lalu ketika pekik kebangkitan nasional disuarakan. Bangkit menuju terciptanya generasi emas pada dunia pendidikan di tanah air tercinta ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar